A NEW DAY HAS COME 10

Ringkasan cerita sebelumnya:
Ibu Amin yang meninggal karena jadi korban tabrak lari saat berjualan membuat Risma sangat kehilangan.

Sikap mama yang berubah membuat Risma bingung dan tak percaya. Akhirnya Risma tahu mama melakukan semua 'tuk tujuan tertentu.

Selengkapnya di:
☆ A New Day Has Come
☆ A New Day Has Come 2
☆ A New Day Has Come 3
☆ A New Day Has Come 4
☆ A New Day Has Come 5
☆ A New Day Has Come 6
☆ A New Day Has Come 7
☆ A New Day Has Come 8
☆ A New Day Has Come 9

♡♡♡♡♡

Konferensi pers sederhana di depan rumah Amin telah dimulai …

"Maaf teman-teman, untuk pertemuan kali ini saya hanya akan memberikan pengumuman dan tidak ada sesi tanya jawab! Jadi saya harap kalian mendengarkan baik-baik apa yang saya katakan." Risma berhenti sejenak, dipandangnya Zaky.

Zaky hanya mengangguk sebagai bentuk dukungannya pada apa yang akan dilakukan Risma.

Risma menarik nafas sejenak sebelum memulai bicara. "Sebelumnya saya akan bercerita tentang awal pertemuan saya dengan Amin …!"

Risma menceritakan secara singkat pertemuannya dengan Amin juga apa saja yang sering dilakukannya bersama Amin, lbunya juga Zaky.

"Setelah ini Amin akan tinggal bersama saya. Sedangkan rumah ini, atas persetujuan yang punya rumah, yaitu Kak Zaky, akan dijadikan tempat belajar teman-teman Amin yang tidak bersekolah, jadi mereka tak perlu lagi belajar di kolong jembatan juga rumah singgah untuk anak-anak jalanan. Ini bukanlah sebuah aksi sosial tapi ini adalah kewajiban saya untuk menjaga Amin karena dia …"

"Kamu tidak boleh melakukan itu!" Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita.

"Mama!" pekik Risma kaget.

Ternyata sejak tadi mama Risma sudah datang ke tempat itu, mengawasi Risma dari tempat yang agak terlindung dan menyuruh Pak Ali parkir mobil agak jauh dari rumah Amin.

"Untuk apa kamu repot-repot mengurus bocah gembel ini! Dia tidak pantas tinggal bersama kita!"

"Mama aku mohon duduklah dan dengarkan apa yang akan aku katakan!"

"Tidak! Mama tidak mau dengar alasan apapun! Kamu tidak boleh membawa bocah itu ke rumah kita! Kamu boleh membantunya atau menyantuninya, tapi tak perlu sampai menghabiskan waktumu untuk merawat anak gembel itu!"

"Ma …! Jangan sebut Amin seperti itu! Dia adalah tanggung jawabku, jadi aku harus menjaganya!"

"Siapa yang mengharuskanmu? Bukankah harusnya bocah itu jadi tanggung jawab Zaky?"

"Sebaiknya ajak Mamamu bicara di dalam rumah. Di sini terlalu banyak orang!" Zaky yang sedari tadi cuma diam meminta Risma 'tuk tidak berdebat di depan para wartawan. Sementara Amin berlindung di belakangnya, takut melihat perdebatan Risma dengan mamanya.

"Kak Zaky benar, Ma! Sebaiknya kita bicarakan hal ini di dalam." Risma memohon pada mamanya.

"Tidak perlu! Kamu boleh mengatakan apa saja di sini! Tapi apapun yang kamu katakan, pokoknya kamu tak boleh membawa pulang bocah gembel itu! Titik …!" Mama bersikukuh dengan sikapnya.

"Amin bukan bocah gembel, Ma!" Risma mulai kehilangan kesabaran atas sikap keras kepala mamanya.

"Mama tak peduli!"

"Apakah Mama tetap tidak peduli kalau aku bilang Amin juga anak Papa! Amin adikku, Ma! Dalam tubuh kami mengalir darah yang sama!" Risma tak dapat lagi membendung air matanya saat mengatakan kebenaran tentang siapa Amin sebenarnya.

Terdengar suara gemuruh dari orang-orang yang hadir di tempat itu, mereka sama sekali tak menyangka akan hal yang baru saja mereka dengar dari Risma.

Sementara itu mama Risma yang juga kaget bukan kepalang dengan kenyataan yang baru saja di dengarnya tak dapat lagi berkata-kata. Tiba-tiba …

Braaakkk …

♡♡♡♡♡

Rumah sakit …

"Sebaiknya Amin di bawa pulang saja, Kak! Kasihan dia pasti sangat lelah!" Risma membelai kepala Amin yang tertidur di kursi.

"Bagaimana dengan dirimu?" suara Zaky terdengar cemas.

Risma menggeleng, "Aku tidak apa-apa! Mama sudah melewati masa kritisnya dan sebentar lagi di pindahkan dari ruang UGD ke kamar perawatan. Lagi pula ada Bi Wati juga Pak Ali yang akan menemaniku di sini."

Zaky mengangguk, kemudian menggendong Amin. "Aku pulang dulu! Kalau ada apa-apa segera hubungi aku!"

"Saya mengantar mereka dulu, Non!" Pamit Pak Ali.

Risma mengangguk. Tak lama kemudian mama telah di pindahkan dari ruang UGD. Di pandanginya wajah wanita yang biasanya terlihat jumawa sekarang terbaring tak berdaya. Risma menyesali apa yang telah terjadi namun bagaimanapun mama harus tahu kenyataannya tentang siapa Amin.

♡♡♡♡♡

Setelah seminggu dirawat di RS, mama Risma di perbolehkan pulang.

Kaget setelah tahu siapa Amin sebenarnya membuat tekanan darahnya melonjak drastis dan hal itu membuat Bu Retno terkena stroke yang mengakibatkan beberapa bagian tubuhnya tak bisa digerakan dan dia juga kesulitan dalam bicara.

"Mama mau istirahat ke kamar? Mama masih marah ya denganku? Aku minta maaf, Ma! Tapi aku harus melakukan semua ini, Amin tak punya siapa-siapa lagi selain aku. Kuharap Mama bisa mengerti." Risma sedih karena mama masih saja tak menghiraukannya.

Karena keadaan mamanya yang masih dalam masa penyembuhan, Risma mengurangi jadwal show-nya. Ia hanya menerima pekerjaan di dalam kota saja. Tiga kali dalam seminggu ia tetap menyempatkan diri 'tuk mengajari teman-teman Amin di rumah Amin yang sekarang menjadi rumah singgah bagi para anak jalanan. Malam hari Zaky datang ke rumah untuk mengajari Amin dan dirinya mengaji.

"Ris, tadi siang ada beberapa orang mendatangiku ke masjid" Zaky membuka pembicaraan setelah mereka selesai mengaji.

"Siapa, Kak?" tanya Risma penasaran.

"Aku juga tidak tahu! Katanya mereka adalah para penggemar beratmu!"

"Pasti mereka ingin minta tanda tangan Kak Risma lewat Kak Zaky!" timpal Amin.

Risma dan Zaky tersenyum mendengar perkataan Amin.

"Mereka mau apa, Kak?"

"Karena sulit bertemu denganmu, mereka mendatangiku untuk minta izin ikut membantu di rumah singgah kita. Mereka punya aneka ketrampilan yang bisa diajarkan pada anak-anak jalanan!" jelas Zaky.

"Alhamdulillah! Lalu Kakak jawab apa dengan mereka?" Risma senang mendengar kabar yang dibawa Zaky.

"Aku bilang aku harus membicarakannya dulu padamu."

"Kalau Kakak setuju, tentu saja aku tidak keberatan karena anak-anak itu memang memerlukan banyak pengetahuan untuk mengarungi kerasnya hidup mereka!" mata Risma berbinar indah.

"Amin sangat bersyukur punya kakak seperti kalian!" Amin memeluk Risma.

Sementara itu Bu Retno hanya memandangi mereka dari jauh. Tak dapat di pungkirinya bahwa ia merasakan ketenangan setiap kali ayat-ayat suci Al-Qur'an di lantunkan, membuatnya selalu tak sabar menunggu kedatangan Zaky di malam hari agar bisa segera mendengar mereka mengaji.

Risma menghampiri mamanya setelah Zaky pulang. Sedangkan Amin langsung masuk ke kamarnya. Risma membantu mamanya ke toilet, setelah itu ia membantu mamanya ke tempat tidur.
"Mama mau rebahan sekarang?" Dilihatnya mama menggeleng. Risma lalu mengambil bantal untuk membuat sandaran untuk mamanya. "Mama tahu?! Karena Mama banyak yang tahu tentang rumah singgah kami, dan sekarang banyak para sukarelawan yang membantu disana. Terima kasih, Ma! Maaf kalau aku belum bisa membahagiakan Mama!" Risma memeluk wanita yang sangat disayanginya itu.

Sementara tanpa di sadari, mamanya menitikkan air mata, dia merasa sangat beruntung punya anak yang begitu perhatian padanya, meski setelah apa yang dilakukannya selama ini.

♡♡♡♡♡

Pagi hari …

"Ma, hari ini aku harus menemui pihak shampo Shine untuk mendengarkan keputusan mereka tentang kontrakku. Kalau Mama ada perlu, panggil saja Bi Wati. Aku pergi dulu ya, Ma!" pamit Risma setelah sarapan. Risma pun mencium tangan dan kening mamanya.

Siang menjelang sore …

Bu Retno membuka matanya, untuk sesaat dia terlelap. Tubuhnya masih bersandar di tempat tidur. "Sepertinya Risma belum pulang." katanya dalam hati. Merasa haus, Bu Retno pun membunyikan lonceng yang selalu ada di dekat tangan kirinya yang masih bisa bergerak untuk memanggil pembantunya.

Pintu kamar terbuka tapi bukan Bi Wati yang masuk, melainkan Amin. Perlahan Amin mendekati Bu Retno, ada sedikit rasa takut di hatinya. "Tante mau minum? Biar Amin ambilkan. Kalau Tante mau turun, tunggulah sebentar, Bi Wati masih di toilet!"

Bu Retno mengangguk, Amin pun segera menuangkan air dan membantu mama Risma meminumnya.

"Maafkan Amin ya, Tante! Gara-gara Amin, Tante jadi begini. Jangan marah lagi dengan Kak Risma ya, Tante! Amin sedih kalau lihat Kak Risma sekarang sering melamun, kadang-kadang sampai menangis." lirih Amin bicara sambil menatap takut kepada Bu Retno.

Bu Retno membalas tatapan Amin, dan mata Amin membuatnya terpaku karena mengingatkannya pada papa Risma, lelaki yang pernah sangat dicintainya.

BERSAMBUNG

_


17 respons untuk ‘A NEW DAY HAS COME 10

  1. Maaf baru ol lagi, jadi baru bisa mampir Dik. Loncat dari cerita sebelumnya ini. Ternyata ibunya Amin meninggal karena kecelakaan ya? Pasti semakin pelik permasalahannya mengingat Bu Retno yang jumawa menentang kehadiran Amin untuk tinggal bersama. Oh iya, "Jumawa" tidak semua orang tahu artinya, sebaiknya diberi catatan kaki.

    Mungkin dari stroke yang dialami ibunya Risma merupakan hidayah untuk menyadari kesalahan2nya, ah semoga.

    Sedikit bantu koreksi ya, Dik
    di perbolehkan, di sadari, di lantunkan, di pungkiri=>kata kerja, jadi direkat saja
    disana=>menunjuk tempat jadi dipisah 😉

    Suka

  2. @Tantrie,
    Apa kbr, Trie?
    Boleh gelar tenda di sini, tp jgn minta mkn ya!

    @Ktnozi SempRoeL,
    @XXNiSAXF,

    Iya!

    @AESEN,
    Silakan kl punya waktu!

    @4mrana,
    Serius bgt, Kang!

    @J o c k e r s ,
    Dikit lg tamat koq!

    @Joker Kids ,
    Waduh, baru ditatap dh terharu!

    @Kenangan Mengusik Jiwa,
    Silakan & makasih!

    @Atep setiawan,
    Salah 1 resiko hipertensi ya stroke.

    @pundalisa,
    'Tuk orang yg pernah bilang "ga suka cerbung kecuali Naruto" aku senang kamu bisa menikmati cerita ini.
    Makasih!

    @Wuddan,
    Kebanyakan manusia memang begitu!

    @Endytha,
    Makasih perhatiannya!

    @Ahmad Fahrudin,
    Makasih!

    Suka

  3. Gitu deh, orang nyebelin baru bisa sadar kalau tubuhnya sudah menunjukkan tanda-tanda gak kuat lagi menahan semua ambisi dan juga emosi.

    Suka

Tinggalkan komentar